(Globalization in a Bowl of Coto)
Ketika mendengar kata Chinese food, pikiran kita spontan tertuju pada restoran mewah yang menawarkan berbagai macam menu mentereng di dalamnya. Fasilitas ruangan yang ditata demikian apik, table manner, dan makan dengan menggunakan sumpit seolah menjadi gengsi tersendiri bagi para pemujanya. Tak jarang sebagai gantinya, kita harus siap merogoh kocek dalam-dalam demi menikmati makanan dari daratan Asia Timur ini. Sehingga tak dapat dipungkiri lagi, bahwa dalam masyarakat telah terbentuk stigma yang beranggapan bahwa Chinese Food adalah sesuatu yang eksklusif dan diperuntukkan bagi kaum elite saja.
Eits, jangan salah dulu. Itu hanya anggapan segelintir orang saja kok. Faktanya, sangat banyak makanan asal Cina atau Chinese food yang mu-mer alias murah meriah. Saking akurnya dengan selera masyarakat lokal, masyarakat Indonesia sering lupa bahwasanya bakso dan aneka macam mie sebenarnya berasal dari Negeri Tirai Bambu. Bahkan mie dengan berbagai olahannya sudah mampu mendarah daging dalam diri masyarakat Indonesia dengan berperan sebagai salah satu makanan pokok pengganti nasi. Nah looo… Jadi, buat yang merasa bahwa Chinese food cuma buat kaum berdasi dan para Tionghoers saja, harus buang jauh-jauh deh pikiran itu. Soalnya Chinese Food ternyata sangat mudah di dapat dan tentunya dengan harga yang terjangkau pula.
Saking dekatnya di hati masyarakat, PT. Indofood, salah satu perusahaan Indonesia yang memproduksi mie instant, melihat peluang bisnis yang menguntungkan di balik makanan yang berbahan dasar tepung itu. Tak tanggung-tanggung PT. Indofood membuat berbagai variant rasa mie instant yang disesuaikan dengan masakan khas daerah masing-masing di Indonesia. Katakan saja Indomie rasa Kari Ayam, Indomie rasa Soto Ayam, Indomie goreng rasa Rendang, Indomie goreng rasa Sate, Indomie rasa Coto Makassar, dan masih banyak lagi variant lainnya. Dan hasilnya, sukses besar.
Ngomong-ngomong soal Coto, makanan yang menjadi landmark kota Makassar ini konon berasal dari daratan Cina. Loh, kok bisa? Indonesia kan tidak pernah dijajah oleh negara Cina. Yah tentu bisa, sebuah akulturasi budaya tidak selamanya bersumber dari penjajahan secara langsung saja kan?!
Semuanya berawal pada permulaan abad ke-16, ketika para imigran asal Cina yang berprofesi sebagai para tukang kayu dan ahli ukir-ukiran bangunan dibawa oleh Belanda sebagai tenaga ahli yang diperuntukkan membangun kota Batavia. Di samping itu, warga Tionghoa juga berperan sebagai mediator (middle men) antara kepentingan kolonial dan penduduk pribumi. Seiring dengan berjalannya sistem taman paksa (Cultuur Stelsel) yang terjadi pada tahun 1830-1860, posisi warga Tionghoa sebagai pedagang perantara antara keduanya semakin kuat.
Dengan adanya warga Tionghoa di tengah-tengah masyarakat Indonesia, niscaya menghasilkan sebuah akulturasi budaya dalam berbagai bidang, tidak terkecuali di bidang kuliner. Pada masa itu, warga Tionghoa ikut memperkenalkan pula salah satu makanan khas negerinya yakni Caudo. Caudo inilah yang kemudian disinyalir sebagai cikal bakal lahirnya berbagai makanan khas di Indonesia.
Dennys Lombard dalam bukunya yang berjudul ”Nusa Jawa: Silang Budaya”, menyebutkan bahwa Coudo yang pada awalnya sangat terkenal di kota Semarang, perlahan-lahan berubah nama menjadi Soto, orang Pekalongan menyebutnya Tauto, dan orang Makassar menyebutnya Coto, klop bukan?! Yah, namanya mungkin diambil dari cara masing-masing daerah mengucapkan kata Coudo tadi, ucapan kepleset lidah ternyata mampu membuat bumi Indonesia kita semakin kaya. Selanjutnya bagaimana Caudo bisa menyebar ke berbagai daerah di Indonesia?
Seorang antropolog dari Universitas Gadjah Mada, Dr Lono Simatupang, menyebutkan bahwa secara antropologi, sebuah makanan menyebar seiring dengan penyebaran manusia. Makanan yang tersebar itu kemudian bisa diterima di tempat lain. Selain itu, makanan juga menyebar karena ada proses industri. Penyebaran ini, lanjut Lono, diikuti dengan upaya pelokalan. Proses pelokalan Caudo mungkin sama seperti pelokalan Islam maupun Kristen di Indonesia. Inilah yang mengakibatkan muncul berbagai jenis Caudo di Indonesia.
Beda dengan kota lain di Indonesia yang cenderung terbiasa membuat Soto dengan bahan baku daging ayam, Makassar yang terkenal sebagai salah satu kota penghasil daging sapi dan kebau cenderung menggunakan kedua binatang ternak tersebut sebagai bahan utama. Di samping itu, rasa makanan Cina yang menonjol dengan rasa pedas dan agak asin rupanya pas dengan lidah masyarakat Makassar yang juga terkenal sebagai salah satu kota penghasil rempah. Sehingga dalam pembuatan Coto, dikenal istilah rampah patang pulo atau 40 macam rempah. Dimana setiap rempah memliki fungsi tersendiri di samping sebagai penyedap hidangan, antara lain melembutkan daging dan membersihkan jeroan, juga sebagai pengimbang dan penawar zat zat yang kurang baik yang terdapat dalam bahan yang dipergunakan seperti hati, babat, jantung, limpah yang sarat akan kolesterol sehingga makanan ini menjadi sehat.
Di kota Anging Mammiri sendiri, kolaborasi antara budaya lokal dan tradisi Cina dapat terlihat jelas dalam penyajian semangkuk Coto. Seperti penggunaan ketupat atau burasa sebagai pengiring hidangan ini, mengingat negara Indonesia merupakan negara agraris yang menjadi lumbung padi terbesar di Asia. Budaya Cina dapat dilihat dari adanya sambel taoco sebagai pelengkap hidangan. Yang mana diketahui bahwa sambel taoco merupakan sambel yang sangat terkenal di Cina.
Di samping itu, salah satu ciri khas Coto Makassar adalah dimakan dengan mengunakan mangkuk kecil dan sendok bebek. Yang mana penggunaan mangkuk dan sendok bebek merupakan salah satu pengaplikasian budaya Cina di Indonesia sebab alat-alat tersebut sering digunakan sebagai alat makan sup di Cina. Kebiasaan ini telah tertanam pada masyarakat Makassar, hingga ada anekdot yang mengatakan ”Bukan makan Coto namanya kalau tidak menggunakan mangkuk kecil dan sendok bebek!”
Budaya Cina yang juga ikut diadaptasi oleh para pedagang Coto adalah pikulan. Pikulan adalah salah satu akulturasi yang terjadi dalam masyarakat, dimana pikulan ini sering dipakai oleh orang Cina terdahulu untuk mendistribusikan barangnya secara eceran. Pada awalnya, kebiasaan ini juga diterapkan oleh para pedagang Coto Makassar, namun lama kelamaan berkurang seiring berjalannya waktu dan pedagang Coto pikulan menjadi sangat sulit di jumpai lagi. Para pedagang Coto dewasa ini lebih memilih untuk berjualan di tempat yang tetap, mengingat efektifitas pelayanan.
Tulisan ini bukanlah sebuah tulisan yang bertujuan mengadu domba dua negara dengan klaim-klaim hak patennya. Tulisan ini hanya ingin memberi gambaran kepada kita semua akan berharganya sebuah perbedaan jika dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Keberadaan Chinese food dengan berbagai budaya kulinernya di Indonesia tidak dapat dipungkiri sedikit banyak telah mampu memperkaya budaya bangsa kita yang sangat multikultural.
Globalisasi yang mempertemukan dua budaya yang saling berbeda satu sama lain ternyata dapat terungkapkan melalui semangkuk Coto, hidangan khas kota Makassar. Ini membuktikan bahwasanya globalisasi tidak selamanya mengerdilkan kebudayaan suatu bangsa dan cenderung membawa hawa-hawa negatif saja. Semoga globalisasi dalam semangkuk Coto mampu menjadi salah satu soft power yang sangat unik namun penting, yakni diplomasi kuliner yang makin menguatkan kekerabatan di antara dua bangsa.
Rabu, 18 Maret 2009
Selasa, 10 Maret 2009
Ketika Mulut Tak Sejalan dengan Hati...
KETIKA MULUT TAK SEJALAN DENGAN HATI
(Sebuah Sindiran Kecil atas Pasal III Ayat 3 Konstitusi Amerika Serikat)
Bagi seorang mahasiswa Hubungan Internasional, mendengar nama Bush sebagai pemimpin sebuah negara superpower bernama Amerika tentu sudah sangat tidak asing lagi. Terlebih jika memperhatikan tindak-tanduk George W. Bush yang gemar menuding pihak lain sebagai teroris. Sementara dirinya sendiri yang terus memborbardir dan meluluhlantakkan fasilitas publik di Irak, setelah sebelumnya menggerus Afganistan, tetap tebal muka dari julukan jahat dan biang kerok kerusuhan di Timur Tengah.
Pemerintahan Bush selalu berkilah bahwa mereka tengah gencar-gencarnya memerangi para pembuat onar, yang ironisnya justru mereka lakukan dengan membuat lebih banyak keonaran. Sejumlah pasukan kecil bersenjatakan senapan angin mereka sebut teroris, sementara puluhan ribu pasukan tentara bersenjatakan peralatan tempur paling mutakhir dan mematikan abad ini mereka sebut pahlawan. Perumpamaan ini sungguh menarik untuk dicermati, sebab sepak terjang Bush sering kali membuat orang miris karena menimbulkan banyak korban jiwa.
Masih tercatat dalam memori sejarah, tatkala George W.H Bush memutuskan untuk mengirimkan Divisi Angkatan Udara ke-82 Amerika Serikat menuju Timur Tengah untuk mengawali Operasi Badai Gurun. Hal tersebut dilakukan Amerika Serikat guna memerangi Saddam Hussein yang telah mencaplok Kuwait, dimana Bush mengutuk tindakan Saddam tersebut sebagai agresi militer yang brutal. Dalam hal ini, presiden Amerika Serikat tersebut secara terang-terangan melihat sosok Hitler dalam diri Saddam Hussein. Mungkin George W. H. Bush geram karena sosok Saddam Hussein telah mampu muncul layaknya seorang hero di tengah-tengah masyarakat Islam, dan dengan terang-terangan menolak untuk ”diatur” oleh Amerika Serikat.
Beberapa tahun yang lalu, analogi Saddam dengan Hitler itu digaungkan kembali oleh George Walker Bush atau Bush Junior yang juga menjabat sebagai presiden Amerika Serikat. Analogi tersebut dibuat Amerika Serikat untuk menginvasi Irak yang bertujuan untuk memerangi terorisme karena Saddam Hussein dituduh terlibat dalam serangan 11 September 2001 di gedung WTC dan Pentagon. Dalam hal ini Bush seolah tampil sebagai hero yang berhasil membebaskan rakyat Irak dari rezim Saddam Hussein.
Tak hanya terhadap Saddam Husein, stempel buruk Hitler itupun pernah dilekatkan kepada Presiden Iran Ahmadinejad oleh Bush Junior. Kali ini berlandaskan pada sikap Ahmadinejad yang meragukan adanya pembantaian holocaust. Karena presiden Iran itu menyangsikan adanya holocaust, maka Bush Junior langsung menyamakan Ahmadinejad dengan Hitler.
Sayangnya, dalam invasi Amerika terhadap Irak tersebut, cap buruk Hitler justru berbalik kepada Bush Junior sendiri. Yang lebih mencengangkan, sebagian besar penempelan stempel Hitler tersebut dilakukan oleh orang Amerika sendiri melalui internet, sebuah media massa yang bersifat massal dan sangat cepat persebarannya. Yang jelas, keputusan invasi tersebut telah berhasil membuat Bush Junior menjadi sasaran kebencian orang banyak, bukan saja di kanca internasional tatapi juga di tanah tempatnya berpijak.
Belakangan diketahui bahwa runtuhnya menawa WTC di New York dan rusaknya kantor Depatemen Pertahanan yang sekaligus menjadi markas besar Angkatan Bersenjata Amerika Serikat atau yang dikenal dengan Pentagon merupakan salah satu bentuk konspirasi yang didalangi oleh pemerintah Amerika Serikat guna manjadikannya alasan dalam melancarkan serangannya ke Irak. Terungkapnya kejahatan terselubung di balik tragedi yang menelan 4.000 korban jiwa dan ribuan yang mengalami cacat maupun luka-lukan ini dibantu oleh beberapa pihak yang mencium adanya kejanggalan dalam tragedi tersebut. Dan tentunya, Bush Junior turut ambil andil dalam skenario ini, hal ini telah didukung oleh beberapa data dan fakta, manun akan sangat kompleks jika harus dijelaskan dalam paper ini.
Yang lebih mengejutkan lagi, karena kebohongan yang berusaha ditutup-tutupi oleh Bush Junior tidak hanya sampai di situ saja. Yang lebih menarik, ternyata kakek Bush Junior, Prescott Bush, mempunyai hubungan bisnis dengan NAZI. Adanya sebuah media massa asal Inggris, The Guardian, yang baru-baru ini memublikasikan hasil temuan paling anyar dan valid tentang keterlibatan keluarga Bush utamanya Prescott Bush dengan arsitek keuangan NAZI. Setelah silang sengketa babarapa lama, dan kekhawatiran ketidakakuratan data tentang keluarga Bush, akhirnya The Guardian memperoleh bukti otentik yang bersumber dari arsip nasional Amerika.
Dalam hal ini ternyata Hitler, sang penguasa Jerman pada saat itu, telah menjalin kerjasama dengan para industrialis besar yang mempunyai rekanan bisnis para investor luar negeri yang dilakukan secara diam-diam. Yang lebih mencengangkan, sebagian besar para pemilik modal ini berasal dari Amerika, yakni salah satu musuh Jerman dalam PD I. Di antara nama-nama investor besar Amerika yang terlibat saat itu antara lain George Herbert Walker (Kakek buyut Bush Junior) dan Prescott Bush (Kakek Bush Junior) yang selanjutnya menghsilkan keturunan George Herbert Walker Bush, ayah dari Bush Junior sekaligus mantan Presiden Amerika Serikat.
Berdasarkan pada kasus di atas, maka Pasal III ayat 3 dalam Konstitusi Amerika Serikat dapat dikatakan tidak berjalan secara idealnya. Dimana Pasal III ayat 3 berbunyi:
”Penghianatan terhadap Amerika Serikat hanya akan berupa melakukan perang terhadap Amerika Serikat, atau mengikuti musuh-musuhnya, dengan memberi mereka bantuan dan kemudahan. Tak seorangpun akan dinyatakan melakukan penghianatan kecuali atas kesaksian dua orang saksi dalam tindakan kejahatan yang sama, atau atas pengakuan di pengadilan terbuka.”
Di hadapan uang, kita semua seiman. Itulah hal yang terjadi ketika para pemodal Amerika Serikat bekerja sama dengan NAZI. Kaum superkaya Amerika Serikat itu tidak peduli dengan ideologi atau kejahatan yang dikerjakannya. Motivasi mereka cuma satu, yakni membiakkan uang di negara yang telah bangkrut dan tengah mengalami depresi besar tersebut, yang mana pamor Jerman sebagai negara industri terkuat di Eropa saat itu rupanya belum benar-benar surut.
Sebuah pepatah Yahudi yang mengungkapkan bahwa, ”Dunia ini dibangun di atas tiga perkara: uang, uang, dan uang.” rupanya harus diakui kebenarannya, bahkan oleh Hitler dan Bush sekalipun. Prescott Bush yang seyogyanya dianggap sebagai penghianat Amerika karena talah mengikuti musuh-musuh negerinya yakni dengan memberikan bantuan dan kemudahan dengan ikut menyediakan modal bagi Jerman di bawah Hitler-NAZI untuk menjalankan industri perang mereka, malah justru dianggap sebagai orang yang patut dibanggakan di negerinya. Begitu pula dengan cucunya, Bush Junior, yang telah menciptakan perang dengan Amerika Sendiri melalui tragedi 11 September, justru tidak pernah tersentuh tangan hukum sedikitpun.
Hal itu semua terjadi karenan adanya kekuasaan dan materi yang dimiliki oleh keduanya. Yang mana rahasia tersebut telah terjaga selama puluhan tahun. Sejumlah orang di masa lalu yang pernah berusaha mengonfirmasikan data seputar skandal tersebut kedapatan meninggal dunia dengan sebab-sebab yang tak jelas. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan untuk menyembunyikan atau ”mengubah” sejarah yang terjadi di masa lalu merupakan kemenangan lain yang dimiliki oleh para kaum kapitalis, yang salah satunya dapat dilakukan dengan jalan pengendalian media massa seperti yang dilakukan oleh Bush Junior. Sehingga upaya untuk menampilkan sekurang-kurangnya dua orang saksi dalam pengadilan terbuka guna membeberkan informasi yang sebenarnya, terasa sangat mustahil. Perlu keberanian dan nyawa lebih untuk melakukannya. Inilah salah satu bukti bahwasanya masih ada beberapa pihak yang tidak mengetahui, pura-pura tidak tahu, atau bahkan sengaja tidak ingin mengetahui kejahatan yang tengah dijalankan oleh Dinasti Bush.
Dalam hal ini, George Walker Bush harus menelan ludahnya sendiri. Di mulutnya, ia mengutuk dan mengecam keras holocaust sebagai tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh manusia. Namun di dalam hatinya, ia rupanya hendak menyembunyikan peranan jahat leluhurnya di masa lalu. Ia pasti tidak ingin publik tahu bahwasanya Prescott Bush, kakeknya, adalah seorang banker NAZI yang ikut menyediakan modal bagi Jerman dalam industri mesin perang mereka.
Terakhir, izinkan saya mengutip kata-kata dari Bowles yang mengatakan bahwa “Satu hal yang sangat jelas: para pemimpin hari ini adalah gangster di masa lalu dan keturunan para baron perampok Amerika abad lalu.”
(Sebuah Sindiran Kecil atas Pasal III Ayat 3 Konstitusi Amerika Serikat)
Bagi seorang mahasiswa Hubungan Internasional, mendengar nama Bush sebagai pemimpin sebuah negara superpower bernama Amerika tentu sudah sangat tidak asing lagi. Terlebih jika memperhatikan tindak-tanduk George W. Bush yang gemar menuding pihak lain sebagai teroris. Sementara dirinya sendiri yang terus memborbardir dan meluluhlantakkan fasilitas publik di Irak, setelah sebelumnya menggerus Afganistan, tetap tebal muka dari julukan jahat dan biang kerok kerusuhan di Timur Tengah.
Pemerintahan Bush selalu berkilah bahwa mereka tengah gencar-gencarnya memerangi para pembuat onar, yang ironisnya justru mereka lakukan dengan membuat lebih banyak keonaran. Sejumlah pasukan kecil bersenjatakan senapan angin mereka sebut teroris, sementara puluhan ribu pasukan tentara bersenjatakan peralatan tempur paling mutakhir dan mematikan abad ini mereka sebut pahlawan. Perumpamaan ini sungguh menarik untuk dicermati, sebab sepak terjang Bush sering kali membuat orang miris karena menimbulkan banyak korban jiwa.
Masih tercatat dalam memori sejarah, tatkala George W.H Bush memutuskan untuk mengirimkan Divisi Angkatan Udara ke-82 Amerika Serikat menuju Timur Tengah untuk mengawali Operasi Badai Gurun. Hal tersebut dilakukan Amerika Serikat guna memerangi Saddam Hussein yang telah mencaplok Kuwait, dimana Bush mengutuk tindakan Saddam tersebut sebagai agresi militer yang brutal. Dalam hal ini, presiden Amerika Serikat tersebut secara terang-terangan melihat sosok Hitler dalam diri Saddam Hussein. Mungkin George W. H. Bush geram karena sosok Saddam Hussein telah mampu muncul layaknya seorang hero di tengah-tengah masyarakat Islam, dan dengan terang-terangan menolak untuk ”diatur” oleh Amerika Serikat.
Beberapa tahun yang lalu, analogi Saddam dengan Hitler itu digaungkan kembali oleh George Walker Bush atau Bush Junior yang juga menjabat sebagai presiden Amerika Serikat. Analogi tersebut dibuat Amerika Serikat untuk menginvasi Irak yang bertujuan untuk memerangi terorisme karena Saddam Hussein dituduh terlibat dalam serangan 11 September 2001 di gedung WTC dan Pentagon. Dalam hal ini Bush seolah tampil sebagai hero yang berhasil membebaskan rakyat Irak dari rezim Saddam Hussein.
Tak hanya terhadap Saddam Husein, stempel buruk Hitler itupun pernah dilekatkan kepada Presiden Iran Ahmadinejad oleh Bush Junior. Kali ini berlandaskan pada sikap Ahmadinejad yang meragukan adanya pembantaian holocaust. Karena presiden Iran itu menyangsikan adanya holocaust, maka Bush Junior langsung menyamakan Ahmadinejad dengan Hitler.
Sayangnya, dalam invasi Amerika terhadap Irak tersebut, cap buruk Hitler justru berbalik kepada Bush Junior sendiri. Yang lebih mencengangkan, sebagian besar penempelan stempel Hitler tersebut dilakukan oleh orang Amerika sendiri melalui internet, sebuah media massa yang bersifat massal dan sangat cepat persebarannya. Yang jelas, keputusan invasi tersebut telah berhasil membuat Bush Junior menjadi sasaran kebencian orang banyak, bukan saja di kanca internasional tatapi juga di tanah tempatnya berpijak.
Belakangan diketahui bahwa runtuhnya menawa WTC di New York dan rusaknya kantor Depatemen Pertahanan yang sekaligus menjadi markas besar Angkatan Bersenjata Amerika Serikat atau yang dikenal dengan Pentagon merupakan salah satu bentuk konspirasi yang didalangi oleh pemerintah Amerika Serikat guna manjadikannya alasan dalam melancarkan serangannya ke Irak. Terungkapnya kejahatan terselubung di balik tragedi yang menelan 4.000 korban jiwa dan ribuan yang mengalami cacat maupun luka-lukan ini dibantu oleh beberapa pihak yang mencium adanya kejanggalan dalam tragedi tersebut. Dan tentunya, Bush Junior turut ambil andil dalam skenario ini, hal ini telah didukung oleh beberapa data dan fakta, manun akan sangat kompleks jika harus dijelaskan dalam paper ini.
Yang lebih mengejutkan lagi, karena kebohongan yang berusaha ditutup-tutupi oleh Bush Junior tidak hanya sampai di situ saja. Yang lebih menarik, ternyata kakek Bush Junior, Prescott Bush, mempunyai hubungan bisnis dengan NAZI. Adanya sebuah media massa asal Inggris, The Guardian, yang baru-baru ini memublikasikan hasil temuan paling anyar dan valid tentang keterlibatan keluarga Bush utamanya Prescott Bush dengan arsitek keuangan NAZI. Setelah silang sengketa babarapa lama, dan kekhawatiran ketidakakuratan data tentang keluarga Bush, akhirnya The Guardian memperoleh bukti otentik yang bersumber dari arsip nasional Amerika.
Dalam hal ini ternyata Hitler, sang penguasa Jerman pada saat itu, telah menjalin kerjasama dengan para industrialis besar yang mempunyai rekanan bisnis para investor luar negeri yang dilakukan secara diam-diam. Yang lebih mencengangkan, sebagian besar para pemilik modal ini berasal dari Amerika, yakni salah satu musuh Jerman dalam PD I. Di antara nama-nama investor besar Amerika yang terlibat saat itu antara lain George Herbert Walker (Kakek buyut Bush Junior) dan Prescott Bush (Kakek Bush Junior) yang selanjutnya menghsilkan keturunan George Herbert Walker Bush, ayah dari Bush Junior sekaligus mantan Presiden Amerika Serikat.
Berdasarkan pada kasus di atas, maka Pasal III ayat 3 dalam Konstitusi Amerika Serikat dapat dikatakan tidak berjalan secara idealnya. Dimana Pasal III ayat 3 berbunyi:
”Penghianatan terhadap Amerika Serikat hanya akan berupa melakukan perang terhadap Amerika Serikat, atau mengikuti musuh-musuhnya, dengan memberi mereka bantuan dan kemudahan. Tak seorangpun akan dinyatakan melakukan penghianatan kecuali atas kesaksian dua orang saksi dalam tindakan kejahatan yang sama, atau atas pengakuan di pengadilan terbuka.”
Di hadapan uang, kita semua seiman. Itulah hal yang terjadi ketika para pemodal Amerika Serikat bekerja sama dengan NAZI. Kaum superkaya Amerika Serikat itu tidak peduli dengan ideologi atau kejahatan yang dikerjakannya. Motivasi mereka cuma satu, yakni membiakkan uang di negara yang telah bangkrut dan tengah mengalami depresi besar tersebut, yang mana pamor Jerman sebagai negara industri terkuat di Eropa saat itu rupanya belum benar-benar surut.
Sebuah pepatah Yahudi yang mengungkapkan bahwa, ”Dunia ini dibangun di atas tiga perkara: uang, uang, dan uang.” rupanya harus diakui kebenarannya, bahkan oleh Hitler dan Bush sekalipun. Prescott Bush yang seyogyanya dianggap sebagai penghianat Amerika karena talah mengikuti musuh-musuh negerinya yakni dengan memberikan bantuan dan kemudahan dengan ikut menyediakan modal bagi Jerman di bawah Hitler-NAZI untuk menjalankan industri perang mereka, malah justru dianggap sebagai orang yang patut dibanggakan di negerinya. Begitu pula dengan cucunya, Bush Junior, yang telah menciptakan perang dengan Amerika Sendiri melalui tragedi 11 September, justru tidak pernah tersentuh tangan hukum sedikitpun.
Hal itu semua terjadi karenan adanya kekuasaan dan materi yang dimiliki oleh keduanya. Yang mana rahasia tersebut telah terjaga selama puluhan tahun. Sejumlah orang di masa lalu yang pernah berusaha mengonfirmasikan data seputar skandal tersebut kedapatan meninggal dunia dengan sebab-sebab yang tak jelas. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan untuk menyembunyikan atau ”mengubah” sejarah yang terjadi di masa lalu merupakan kemenangan lain yang dimiliki oleh para kaum kapitalis, yang salah satunya dapat dilakukan dengan jalan pengendalian media massa seperti yang dilakukan oleh Bush Junior. Sehingga upaya untuk menampilkan sekurang-kurangnya dua orang saksi dalam pengadilan terbuka guna membeberkan informasi yang sebenarnya, terasa sangat mustahil. Perlu keberanian dan nyawa lebih untuk melakukannya. Inilah salah satu bukti bahwasanya masih ada beberapa pihak yang tidak mengetahui, pura-pura tidak tahu, atau bahkan sengaja tidak ingin mengetahui kejahatan yang tengah dijalankan oleh Dinasti Bush.
Dalam hal ini, George Walker Bush harus menelan ludahnya sendiri. Di mulutnya, ia mengutuk dan mengecam keras holocaust sebagai tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh manusia. Namun di dalam hatinya, ia rupanya hendak menyembunyikan peranan jahat leluhurnya di masa lalu. Ia pasti tidak ingin publik tahu bahwasanya Prescott Bush, kakeknya, adalah seorang banker NAZI yang ikut menyediakan modal bagi Jerman dalam industri mesin perang mereka.
Terakhir, izinkan saya mengutip kata-kata dari Bowles yang mengatakan bahwa “Satu hal yang sangat jelas: para pemimpin hari ini adalah gangster di masa lalu dan keturunan para baron perampok Amerika abad lalu.”
Sabtu, 07 Maret 2009
Kamis, 05 Maret 2009
New BLog... New Thinking...
Huaaaaah...
Semua postingan lama udah Syifa hapus... Pengennya sih sterilisasi blog...
Soalnya yang dulu cenderung kaya diary elektronik... Hahahahah...
Semua postingan lama udah Syifa hapus... Pengennya sih sterilisasi blog...
Soalnya yang dulu cenderung kaya diary elektronik... Hahahahah...
Langganan:
Komentar (Atom)

